Pages

Rabu, 01 Agustus 2012

Yusuf


“ YUSUF “

Tubuh  kekar, wajah ceria, senyum yang khas, meyakinkan setiap tamu yang datang, tanpa mengenal lelah, disapa satu persatu para tamu, memberikan kesan kepada setiap orang yang datang sikap respek yang tinggi tanpa membedakan apakah dia pejabat atau masyarakat biasa.
Ia seorang pribadi yang lima tahun lalu saya kenal, bahkan dalam  konteks temporer, sesering saya bertemu dalam kapasitas tertentu. Hari itu saya menghampiri kediamannya bersama kedua teman se-etnik. Saya menghampiri dia di ruang pribadinya, dalam kesederhanaan, dia memeluk saya sembari mengeluarkan sejumlah kata tanda persahabatan altruistis  seorang sahabat dan bukan sebagai seseorang dalam patnership pada tatanan tertentu dalam sebuah struktur.
Terlintas dalam benak saya, cerita lama dalam  Alkitab   Perjanjian Lama, cerita tentang Yusuf, seorang Anak Keturunan Daud, seorang anak dari dua belas bersaudara yang menjadi figur seorang pemimpin bangsa Israel pada monentum-momentum terpenting ketika keluarga ini mengalami berbagai cobaan hidup sampai pada akhirnya Yusuf tampil sebagai seorang raja yang memerintah di kala itu, menghantar rakyaknya menjadi bangsa yang terhormat di mata dunia di sekitarnya. Yusuf dalam cerita Alkitab, menampilkan sosok pemimpin kontekstual, dimana ia pada jamannya menjadi pemimpin yang bijaksana dengan petunjuk mimpi dan penafsir mimpi ulung yang pada akhirnya menghatar dia pada sebuah kesuksesan.
Cerita Yusuf dalam kisah Alkitab Perjanjian Lama membawa nuansa ilmiah  dari zaman ke zaman. Hegel,  seorang filsuf sosialis yang terkenal dengan konsep ”dialektika”, menguraikan kondisi situasional dunia Eropa di abad revolusi, dan ketika itu, muncul teorinya yang terkenal, ” thesis, anti thesis dan synthesis ”.
Yusuf seperti cerita Alkitab, dalam situasi konkretnya, ia adalah seorang sederhana yang datang dari keluarga besar sedang dalam situasi genting menghadapi masa paceklik. Ibu pertiwi tidak menghasilkan pangan yang berkecukupan bagi keluarganya adalah ”thesis”. Ia harus mengalami situasi kemalangan, di mana harus dijual, menjadi budak dan berbagai pengalaman hidup yang dialami Yusuf sebagai akibat dari kondisi keluarganya merupakan ”Anti Thesis”. Namun, pada akhirnya, Yusuf dengan petunjuk Tuhan melalui mimpi membawa dia menjadi seorang pemimpin yang adalah ”Syntesa” dari sebuah proses panjang dan melelahkan.
D.H. Lawrence dalam novelnya, ”Lady Chatterley’s Lover”  sebuah ekspresi sastra  yang menurut hemat saya,  maha karya  yang bernilai tinggi. Lawrence  menulis, ”...  Ia mengalami ajaibnya cinta ... Ah, jauh dibawah, palung-palung, terkuak, bergulung, terlebih... terbelah....”.  ”Apa yang masuk menyusup  ke dalam dirinya kian lama kian dalam? Bertambah dan bertambah hempasan, bertambah jauh pula ia jadi segara yang mengguncang sampai di sebuah pantai? Disinilah deru mereda, laut lenyap, ia hilang, ia tak ada, dialah ”CINTA”.
Hari itu, senin 25 Mei 2009. Hari itu 53 tahun lalu ” Yusuf ”alias Yusuf Melianus Maryen, S. Sos, MM lahir. Hari itu menurut Yusuf Melianus Maryen, ia menuliskan ”DATA KARUNIA HIDUP WAKTU TUHAN  ”.  Lalu apa data-data itu? Mengalir dari mulut  seorang anak kampung, ia menuturkan, ” Hari ini sejak pukul  04.00 subuh, saya sudah berumur 53 tahun, sudah 636 bulan , 2756 minggu, 19.345  hari, 457.920 jam, 27.475.200 menit, 439.603.200 nafas saya lalui ”. Dari data karunia hidup waktu Tuhan ini,  ia menyimpulkan, ”TERNYATA WAKTU TUHAN ITU ANUGERAH YANG MAHAL ”.
 Pertanyaannya, mengapa waktu Tuhan itu mahal? Iapun dengan polos dan tulus mengatakan, ” ..... karena satu detik, satu menit, satu jam sulit diprediksi.....hidup ”.
 ”Yusuf” adalah anak kampung Opiaref sebuah distrik di bagian timur pulau Biak. Dia adalah mantan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Jayapura dan terlebih ia adalah seorang pimpinan tertinggi di kabupaten Biak Numfor alias seorang Bupati. Ia tidak bermimpi, ia juga bukan penafsir mimpi, ia memiliki visi yang visioner pada tatanan realitas kepemimpinannya sebagai bupati yang mendapatkan kepercayaan masyarakat kabupaten Biak Numfor periode kedua kepemimimpinannya.
”Yusuf”, telah berumur 53 tahun. Menjadi pemimpin adalah sebuah mimpi. Mimpi yang visioner telah menjadi kenyataan seperti cerita Alkitab di zaman Yusuf dan saudara-saudaranya ketika mengalami saat-saat tersulit. ” Yusuf” anak Papua hidup dalam zaman yang berbeda. Ada aspek kesamaan dalam perbedaan zaman pada  dunia mereka  berdua. Dialektika hidup adalah nuansa pasang-surutnya gelombang cinta seperti makna cinta dalam Lady Chatterley’s lover.
Yusuf dan ” Yusuf ” dengan cara thesis kepemimpinan kontekstual saat itu, anti thesis, melalui deru dan debur, samudera dengan gelombang gemuruh  yang tak kunjung putus, jauh dibawah, palung-palung terkuak, bergulung, terbelah...cinta dirasakan kian lama kian mendalam sebagai synthesa, dan...ternyata, waktu Tuhan itu anugerah yang mahal karena...synthesa dari pengalaman thesis dan anti thesis yang dialami dan dijalani sebagai seorang pemimpin tidak bisa diprediksi, seperti halnya  dua periode  dijalani ”Yusuf” sebagai seorang kepala daerah dan pemimpin daerah Biak Numfor.
Manusia menyejarah. Sejarah oleh ”Yusuf” anak kampung Opiaref distrik Biak Timur adalah masa lalu, masa kini dan masa akan datang.  Masa lalu adalah sebuah thesis, masa kini adalah sebuah anti thesis. Synthesa adalah akulturasi proses diri sebagai seorang pemimpin ke arah kesejahteraan rakyat Biak Numfor periode kedua ”Yusuf” menjadi Bupati Biak Numfor.
 ”Yusuf” bercermin  ke masa lalu melalui fenomena anti thesa kehidupan dan berani mengambil keputusan terhadap kebijakan publik terkait kesejahteraan rakyat Biak Numfor ke depan. Anti thesis menjadi ritme erotik cinta ”Yusuf ”  memimpin Biak Numfor naik-turun, membawa kita masuk ke paduan imajinasi-imajinasi   seperti gerak laut, tak putus-putusnya, berulang-ulang, menggucang, yang pada akhirnya sampai di pantai tempat pautan ombak  reda. Dialah Biak Numfor sejahtera sebagai Kota Jasa, impiannya.
”Yusuf” pada akhirnya tidak mereduksi konsep cinta ala Hegel dengan thesis, anti thesis dan syntesa. ”Yusuf” pun tidak mereduksi konsep cinta ala novel Lady Chatterley’s lover,   bahkan Yusuf dalam cerita Alkitab Perjanjian Lama. ”Yusuf” mereduksi perjalanan hidup yang baginya , ”ANUGRAH HIDUP YANG MAHAL” dalam  CINTA TUHAN ”.
Ia mereduksi cinta Tuhan yang dialami dengan merujuk Kitab Suci Perjanjian Baru, Surat Rasul Paulus kepada Jemaat di Korintus (1 Kor. 13-1-13 ). ” ... Kasih itu sabar, kasih itu murah hati, tidak cemburu, ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong, ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak cari keuntungan diri, ia tidak marah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain, ia tidak bersukacita karena ketidak adilan, tetapi karena kebenaran, menutupi segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu”.
 Kasih tidak berkesudahan dan itulah Kasih Tuhan yang merupakan ”Anugerah Yang Amat Mahal”.  Cinta Tuhan telah  masuk menyusup  ke dalam diriku, kata Yusuf, kian lama kian dalam, bertambah dan bertambah hempasan, bertambah jauh pula... ia jadi segara yang  mengguncang sampai di sebuah pantai yang diharapkan . Barulah disini deru mereda, laut lenyap, ia hilang, ia tak ada dan itulah CINTA TUHAN  bagi ” YUSUF  ”.


Paulus Laratmase





0 komentar:

Posting Komentar

 

Translate