Pages

Rabu, 01 Agustus 2012

Catatan Perjalanan Paulus Laratmase


DI ATAS KAPAL KMP KASUARI PASIFIK – IV : CHELSINA MINARTI  SANADI LAHIR

( Catatan Perjalanan Paulus Laratmase )
Hari itu, selasa tanggal 2 November 2010, mentari di ufuk timur mulai memancarkan sinar keceriaan bagi penghuni planet bumi, ketika itu saya berada di tengah-tengah para nelayan di dermaga Saribi Distrik Numfor Barat, Kabupaten Biak Numfor. Salah satu Distrik yang cukup jauh dari ibu kota kabupaten dan hanya bisa ditempuh melalui Kapal Laut atau Pesawat jenis Twin Otter. Sesuai jadwal kapal, KMP Kasuari Pasifik IV akan merapat tepat jam 06.00 di dermaga Saribi dari pelabuhan Manokwari ibu kota Provinsi Papua Barat dan kembali ke Manokwari  tepat pukul 08.00 waktu Papua.
Selain para nelayan sibuk menjual ikan di areal dermaga, ibu-ibu sibuk menjual makanan berupa keladi, ketupat, singkong rebus dan ikan goreng bagi mereka yang melakukan perjalanan ke Manokwari dan ibu kota kabupaten Biak Numfor. Suasana pembauran antara penduduk asli pulau Numfor dan mereka yang datang mencari hidup di pulau itu, dengan bekerja sebagai pegawai negeri ataupun sebagai pedagang membuat suasana di pagi hari itu menjadi semarak seperti halnya “pasar kaget”.
Saya bersama tim UNICEF  setelah melakukan pendataan baseline kualitas pendidikan dasar di pulau Numfor  menumpang KMP Kasuari Pasifik-IV pagi kembali ke Biak berdasarkan route kapal via Manokwari. Di atas kapal, kami  kemengalami suatu peristiwa yang pada kesempatan ini perlu di- sharekan kepada para pembaca untuk mengetahui sejauh mana kondisi petugas kesehatan yang sedang melaksanakan tugas pengabdian masyarakat di Pulau Numfor.

Nakhoda Kapal KMP Kasuari Pasifik-IV dan Anak Buah Kapal Yang Ramah
Melayani berbagai kharakter manusia yang menggunakan jasa KMP Kasuari Pasifik-IV sejauh pengamatan membutuhkan exstra energy. Pasalnya, ada penumpang yang masih pagi sudah marah karena perlakuan sesama penumpang yang kadang menjengkelkan semua orang yang ada di sekitar dermaga termasuk Anak Buah Kapal KMP Kasuari Pasifik-IV.
Hal menarik bagi saya, ABK Kasuari Pasifik-IV begitu dengan pendekatan persuasive,  dengan bahasa yang santun membuat suasana berubah menjadi sangat bersahabat layaknya semua penumpang memiliki ikatatan emosional yang tinggi sebagai satu keluarga dalam perjalanan menuju Manokwari dan Biak. Karena santunnya Anak Buah Kapal, selama perjalanan menuju ibu kota Provinsi Papua Baratpun, semua instruksi di kapal, selalu diikuti oleh para penumpang tanpa ada yang membantah atau melakukan hal-hal yang tidak diinginkan di atas kapal.  Kebersihan kapal dijaga bahkan suasana di atas kapal diciptakan sedemikian rupa sehingga para penumpang merasa betah melalui pelayanan prima para ABK.

Neles Sanadi dan Mina Padua
Di tengah-tengah ratusan penumpang KMP Kasuari Pasifik-IV, ada sepasang suami isteri bernama Neles Sanadi dan Mina Padua yang sedang dalam keadaan hamil tua ikut bersama kami berlayar munuju Manokwari. Tujuan bapa dan ibu, memeriksakan kandungan ibu Mina di RSUD Manokwari. Perjalanan dari Pulau Numfor menuju Manokwari ditempuh dalam lima jam, sesuai informasi yang disampaikan Nakhoda Kapal KMP Kasuri Pasifik –IV, Januar Setiadi Wishnuadi kepada para penumpang. Direncanakan tepat jam 13.00 Waktu Papua, kami sudah merapat di dermaga Manokwari.
Ketika itu saya dan rombongan yang sedang melakukan baseline survey pendidikan di beberapa distrik di pulau Numfor semuanya sedang tidur lelap. Menurut informasi salah seorang teman John Lendo, S. AN, M.AP,  ketika saya bangun dari tidur, “Ada seorang ibu yang melahirkan di atas kapal. Pak Paul coba mengecek di bagian depan kapal atau langsung ke nakhoda kapal. Hal seperti ini, merupakan peristiwa langka. Memang tadi saya lihat ada ibu yang sedang hamil tua naik di kapal. Mungkin dia yang melahirkan”.
Sayapun segera mencari informasi di bagian depan kapal dan kebetulan bertemu salah seroang ABK yang ramah sekali, saya lupa namanya, namun ia segera mengajak saya menuju ruangan Nakhoda Kapal. Dengan ramah ia memperkenalkan saya kepada nakhoda kapal, sementara kami bercerita, beberapa hal yang saya catatat sebagai suatu tindakan actus humanus, bagaimana sebagai seorang pimpinan bersama seluruh ABK, siap menghadapi peristiwa yang mungkin bagi kaum perempuan, sangat tidak dikehendaki.

Chelsina Minarti Sanadi, Arti Sebuah Nama
Demikian cerita Januar Setiadi Wishnuadi, sang kapten kapal,”Tadi tepatnya jam10.25 waktu Papua, lahir seorang anak perempuan di atas Kapal KMP Kasuari Pasifik-IV saat posisi kapal berada pada Lintang : 010 00’ 535” S dan Bujur : 1340 27’ 387” E, dibantu oleh seorang Bidan bernama Martina Abidondifu”. Kelahiran bayi berjalan dengan lancer tanpa hambatan. Puji Tuhan, semua terjadi atas kehendak Yang Kuasa. Sebagai nakhoda kapal dan seluruh ABK, selalu siap menghadapi pertiwa apapun selama berada dalam pelayaran.
Didampingi  Mualim I dan para perwira, disepakati nama yang diambil dari nama isteri Sang Nakhoda Kapal, Chelsi, isteri KKM, Ina dan isteri Mualim I, Minarti, tandas Mualim I Samuel Isak Mayor, putera asli Biak yang menjadi orang penting di KMP Kasuari Pasifik IV. Dari ketiga nama inilah muncul ide tentang pemberian nama sang bayi mungil yang baru lahir dengan nama lengkap CHELSINA MINARTI SANADI. Dengan nama ini, dimaksudkan agar kelak bayi mungil  menginjak umur dewasa, akan selalu dikenang peristiwa tempat kelahirannya dan  termasuk mereka yang memberi nama. Peristiwa seperti ini, menurut Pak kapten merupakan rejeki tersendiri bagi pimpinan kapal, seluruh ABK bahkan pihak manjemen  ASDP sendiri.

Pembuatan Akta kelahiran dan Pembesan Pembayaran Tiket
“Sesuai aturan, di atas kapal diterbitkan Akta Kelahiran bagi setiap bayi yang mungkin tidak diinginkan orangtuanya lahir. Orangtua pasti menginginkan anak sang buah hatinya lahir di rumah sakit atau di rumah tempat di mana cinta dipadu. Namun peristiwa semacam ini bagi kami merupakan sebuah rejeki yang tidak bisa diukur dengan setiap penumpang membayar sejumlah nominal harga ticket”. Sambil menunjukkan akta kelahiran asli dari Chelsina, Januar melanjutkan, “tidak tertutup kemungkinan, bila Tuhan berkehendak, disaat Chelsina Minarti Sanadi besar dan mencari kerja, sebagai warga negara, dia berhak melamar pekerjaan di perusahaan kami, tetapi ada kekhususan yang lazimnya dilakukan dalam system manajemen adalah Chelsina Minarti Sanadi mendapatkan dispensasi apabila ia naik kapal dalam lingkup manajemen kami, ia dibebaskan dari pembayaran ticket”. 

Gambaran Umum Pulau Numfor, Akses Terhadap  Kesehatan dan Aktifitas Perekonomian
Pulau Numfor terletak antara 00 55’ – 10 08’LS dan 1340 47’ -1340 58’BT dengan luas 357 km2, secara geografis berbatasan dengan Samudera Pasifik di sebelah utara, Kabupaten Yapen di sebelah Timur, Kabupaten Teluk Wondama di sebelah selatan dan Kabupaten Manokwari di sebelah barat. Fasilitas kesehatan terdiri dari 2 buah Puskesmas masing-masing di Yenburwo dan Mardori, Puskesmas Pembantu di Kameri, Pakreki, Saribi, Namber dan Baruki dilengkapi Tenaga Paramedis (bidan) untuk membantu persalinan ibu dan anak.
Awal mula, pulau Numfor  hanya terdiri dari  dua distrik yaitu Distrik Numfor Timur dan Distrik Numfor Barat. Namun tiga tahun lalu, DPRD Biak Numfor telah melakukan pemekaran menjadi enam distrik. Akses ekonomi oleh masyarakat Numfor lebih suka menjual segala hasil alam di wilayah yang jaraknya lebih dekat dengan pulau Numfor yaitu Manokwari. Artinya, jarak tempuh lebih dekat dan resiko jauh lebih kecil dibandingkan dengan harus ke Biak termasuk biaya yang dikeluarkan lebih kecil dibandingkan dengan bila harus menjual hasil bumi di Biak. Atas dasar itulah, kehadiran KMP Pasifik IV sangat membantu menubuhkan perekonomian mereka. Hasil perjuangan Bupati Biak Numfor sangat dirasakan oleh masyarakat Numfor.


Evaluasi Kritis
Adanya Puskesmas dan Puskesmas Pembantu yang tersebar di beberapa kampung tidak serta merta mengatasi kondisi kesehatan masyarakat penghuni Pulau Numfor. Lahirnya Chelsina Minarti Sanadi, si bayi mungil di atas KMP Kasuari Pasifik-IV dalam pelayaran menuju Manokwari, mungkin saja memberikan sedikit gambaran tentang sejauh mana kinerja pelayanan kesehatan yang selama ini menjadi keluhan masyarakat penghuni pulau Numfor. Tidak dimaksudkan membangun sebuah opini terhadap kinerja para petugas kesehatan yang ditugaskan oleh Negara melayani masyarakat di pulau yang cukup jauh untuk dijangkau. Namun mereka juga  warga Kabupaten Biak Numfor yang memiliki hak yang sama seperti halnya kita yang ada di pulau Biak.
Apabila sepintas kita lewati sepanjang jalan, mulai dari ujung timur sampai ke barat pulau Numfor, progress pembangunan fisik sangat mencolok dan  mungkin saja demi mengejar keuntungan semata. Ukuran kepuasan pelayanan masyarakat, indikatornya tidak pada bagusnya sebuah bangunan fisik, melainkan pelayanan yang menyentuh nurani masyarakat kecil.
Akurasi data tentang berapa jumlah dokter dan para medis di setiap puskesmas atau puskesmas pembantu belum dimiliki. Namun kiranya kelahiran Chelsina Minarti Sanadi di atas KMP Kasuari Pasifik-IV, menjadi pelajaran berharga bagi kita semua, apa arti kehadiran Puskesmas, apa arti kehadiran Puskesmas Pembantu bagi peningkatan kesehatan masyarakat pulau Numfor yang adalah bagian dari Kabupaten Biak Numfor.
Terima kasih pak Kapten, Terima kasih pak KKM, Terima Kasih pak Mualim, Terima Kasih Ibu Bidan, Terima Kasih seluruh ABK KMP Kasuari Pasifik-IV, “saya telah lahir dengan selamat di atas Rumah Terapung  sepanjang jalan kenangan dari Numfor ke Manokwari”, “Tete Manis Sayang Katong Semua”, demikian Doa Chelsina Minarti Sanadi, sang bayi mungil.
Biak, 07 November 2010,

Paulus Laratmase/ 0813 2063 4550





 

0 komentar:

Posting Komentar

 

Translate