DI ATAS KAPAL KMP KASUARI PASIFIK – IV : CHELSINA MINARTI SANADI LAHIR
( Catatan Perjalanan Paulus Laratmase )
Hari itu, selasa tanggal 2
November 2010, mentari di ufuk timur mulai memancarkan sinar keceriaan bagi
penghuni planet bumi, ketika itu saya berada di tengah-tengah para nelayan di
dermaga Saribi Distrik Numfor Barat, Kabupaten Biak Numfor. Salah satu Distrik
yang cukup jauh dari ibu kota kabupaten dan hanya bisa ditempuh melalui Kapal
Laut atau Pesawat jenis Twin Otter. Sesuai jadwal kapal, KMP Kasuari Pasifik IV
akan merapat tepat jam 06.00 di dermaga Saribi dari pelabuhan Manokwari ibu
kota Provinsi Papua Barat dan kembali ke Manokwari tepat pukul 08.00 waktu Papua.
Selain para nelayan sibuk menjual
ikan di areal dermaga, ibu-ibu sibuk menjual makanan berupa keladi, ketupat,
singkong rebus dan ikan goreng bagi mereka yang melakukan perjalanan ke
Manokwari dan ibu kota kabupaten Biak Numfor. Suasana pembauran antara penduduk
asli pulau Numfor dan mereka yang datang mencari hidup di pulau itu, dengan
bekerja sebagai pegawai negeri ataupun sebagai pedagang membuat suasana di pagi
hari itu menjadi semarak seperti halnya “pasar kaget”.
Saya bersama tim UNICEF setelah melakukan pendataan baseline kualitas
pendidikan dasar di pulau Numfor
menumpang KMP Kasuari Pasifik-IV pagi kembali ke Biak berdasarkan route
kapal via Manokwari. Di atas kapal, kami
kemengalami suatu peristiwa yang pada kesempatan ini perlu di- sharekan
kepada para pembaca untuk mengetahui sejauh mana kondisi petugas kesehatan yang
sedang melaksanakan tugas pengabdian masyarakat di Pulau Numfor.
Nakhoda Kapal KMP Kasuari Pasifik-IV dan Anak Buah Kapal Yang Ramah
Melayani berbagai kharakter manusia
yang menggunakan jasa KMP Kasuari Pasifik-IV sejauh pengamatan membutuhkan
exstra energy. Pasalnya, ada penumpang yang masih pagi sudah marah karena
perlakuan sesama penumpang yang kadang menjengkelkan semua orang yang ada di
sekitar dermaga termasuk Anak Buah Kapal KMP Kasuari Pasifik-IV.
Hal menarik bagi saya, ABK Kasuari
Pasifik-IV begitu dengan pendekatan persuasive,
dengan bahasa yang santun membuat suasana berubah menjadi sangat
bersahabat layaknya semua penumpang memiliki ikatatan emosional yang tinggi
sebagai satu keluarga dalam perjalanan menuju Manokwari dan Biak. Karena
santunnya Anak Buah Kapal, selama perjalanan menuju ibu kota Provinsi Papua
Baratpun, semua instruksi di kapal, selalu diikuti oleh para penumpang tanpa
ada yang membantah atau melakukan hal-hal yang tidak diinginkan di atas kapal. Kebersihan kapal dijaga bahkan suasana di atas
kapal diciptakan sedemikian rupa sehingga para penumpang merasa betah melalui
pelayanan prima para ABK.
Neles Sanadi dan Mina Padua
Di tengah-tengah ratusan penumpang
KMP Kasuari Pasifik-IV, ada sepasang suami isteri bernama Neles Sanadi dan Mina Padua
yang sedang dalam keadaan hamil tua ikut bersama kami berlayar munuju
Manokwari. Tujuan bapa dan ibu, memeriksakan kandungan ibu Mina di RSUD
Manokwari. Perjalanan dari Pulau Numfor menuju Manokwari ditempuh dalam lima
jam, sesuai informasi yang disampaikan Nakhoda Kapal KMP Kasuri Pasifik –IV, Januar Setiadi Wishnuadi kepada para
penumpang. Direncanakan tepat jam 13.00 Waktu Papua, kami sudah merapat di
dermaga Manokwari.
Ketika itu saya dan rombongan yang
sedang melakukan baseline survey pendidikan di beberapa distrik di pulau Numfor
semuanya sedang tidur lelap. Menurut informasi salah seorang teman John Lendo,
S. AN, M.AP, ketika saya bangun dari
tidur, “Ada seorang ibu yang melahirkan di atas kapal. Pak Paul coba mengecek
di bagian depan kapal atau langsung ke nakhoda kapal. Hal seperti ini,
merupakan peristiwa langka. Memang tadi saya lihat ada ibu yang sedang hamil
tua naik di kapal. Mungkin dia yang melahirkan”.
Sayapun segera mencari informasi di
bagian depan kapal dan kebetulan bertemu salah seroang ABK yang ramah sekali,
saya lupa namanya, namun ia segera mengajak saya menuju ruangan Nakhoda Kapal.
Dengan ramah ia memperkenalkan saya kepada nakhoda kapal, sementara kami
bercerita, beberapa hal yang saya catatat sebagai suatu tindakan actus
humanus, bagaimana sebagai seorang pimpinan bersama seluruh ABK, siap menghadapi
peristiwa yang mungkin bagi kaum perempuan, sangat tidak dikehendaki.
Chelsina Minarti Sanadi, Arti Sebuah Nama
Demikian cerita Januar Setiadi Wishnuadi, sang kapten
kapal,”Tadi tepatnya jam10.25 waktu Papua, lahir seorang anak perempuan di atas
Kapal KMP Kasuari Pasifik-IV saat posisi kapal berada pada Lintang : 010
00’ 535” S dan Bujur : 1340 27’ 387” E, dibantu oleh seorang Bidan
bernama Martina Abidondifu”. Kelahiran
bayi berjalan dengan lancer tanpa hambatan. Puji Tuhan, semua terjadi atas
kehendak Yang Kuasa. Sebagai nakhoda kapal dan seluruh ABK, selalu siap
menghadapi pertiwa apapun selama berada dalam pelayaran.
Didampingi Mualim I dan para perwira, disepakati nama
yang diambil dari nama isteri Sang Nakhoda Kapal, Chelsi, isteri KKM, Ina
dan isteri Mualim I, Minarti, tandas
Mualim I Samuel Isak Mayor, putera
asli Biak yang menjadi orang penting di KMP Kasuari Pasifik IV. Dari ketiga
nama inilah muncul ide tentang pemberian nama sang bayi mungil yang baru lahir
dengan nama lengkap CHELSINA MINARTI SANADI. Dengan nama ini, dimaksudkan agar
kelak bayi mungil menginjak umur dewasa,
akan selalu dikenang peristiwa tempat kelahirannya dan termasuk mereka yang memberi nama. Peristiwa
seperti ini, menurut Pak kapten merupakan rejeki tersendiri bagi pimpinan kapal,
seluruh ABK bahkan pihak manjemen ASDP
sendiri.
Pembuatan Akta kelahiran dan Pembesan Pembayaran Tiket
“Sesuai aturan, di atas kapal
diterbitkan Akta Kelahiran bagi setiap bayi yang mungkin tidak diinginkan
orangtuanya lahir. Orangtua pasti menginginkan anak sang buah hatinya lahir di
rumah sakit atau di rumah tempat di mana cinta dipadu. Namun peristiwa semacam
ini bagi kami merupakan sebuah rejeki yang tidak bisa diukur dengan setiap
penumpang membayar sejumlah nominal harga ticket”. Sambil menunjukkan akta
kelahiran asli dari Chelsina, Januar melanjutkan, “tidak tertutup kemungkinan,
bila Tuhan berkehendak, disaat Chelsina Minarti Sanadi besar dan mencari kerja,
sebagai warga negara, dia berhak melamar pekerjaan di perusahaan kami, tetapi ada
kekhususan yang lazimnya dilakukan dalam system manajemen adalah Chelsina
Minarti Sanadi mendapatkan dispensasi apabila ia naik kapal dalam lingkup
manajemen kami, ia dibebaskan dari pembayaran ticket”.
Gambaran Umum Pulau Numfor, Akses Terhadap Kesehatan dan Aktifitas Perekonomian
Pulau Numfor terletak antara 00
55’ – 10 08’LS dan 1340 47’ -1340 58’BT dengan
luas 357 km2, secara geografis berbatasan dengan Samudera Pasifik di
sebelah utara, Kabupaten Yapen di sebelah Timur, Kabupaten Teluk Wondama di
sebelah selatan dan Kabupaten Manokwari di sebelah barat. Fasilitas kesehatan
terdiri dari 2 buah Puskesmas masing-masing di Yenburwo dan Mardori, Puskesmas
Pembantu di Kameri, Pakreki, Saribi, Namber dan Baruki dilengkapi Tenaga
Paramedis (bidan) untuk membantu persalinan ibu dan anak.
Awal mula, pulau Numfor hanya terdiri dari dua distrik yaitu Distrik Numfor Timur dan Distrik
Numfor Barat. Namun tiga tahun lalu, DPRD Biak Numfor telah melakukan pemekaran
menjadi enam distrik. Akses ekonomi oleh masyarakat Numfor lebih suka menjual
segala hasil alam di wilayah yang jaraknya lebih dekat dengan pulau Numfor
yaitu Manokwari. Artinya, jarak tempuh lebih dekat dan resiko jauh lebih kecil
dibandingkan dengan harus ke Biak termasuk biaya yang dikeluarkan lebih kecil
dibandingkan dengan bila harus menjual hasil bumi di Biak. Atas dasar itulah,
kehadiran KMP Pasifik IV sangat membantu menubuhkan perekonomian mereka. Hasil
perjuangan Bupati Biak Numfor sangat dirasakan oleh masyarakat Numfor.
Evaluasi Kritis
Adanya Puskesmas dan Puskesmas
Pembantu yang tersebar di beberapa kampung tidak serta merta mengatasi kondisi
kesehatan masyarakat penghuni Pulau Numfor. Lahirnya Chelsina Minarti Sanadi,
si bayi mungil di atas KMP Kasuari Pasifik-IV dalam pelayaran menuju Manokwari,
mungkin saja memberikan sedikit gambaran tentang sejauh mana kinerja pelayanan
kesehatan yang selama ini menjadi keluhan masyarakat penghuni pulau Numfor.
Tidak dimaksudkan membangun sebuah opini terhadap kinerja para petugas
kesehatan yang ditugaskan oleh Negara melayani masyarakat di pulau yang cukup
jauh untuk dijangkau. Namun mereka juga
warga Kabupaten Biak Numfor yang memiliki hak yang sama seperti halnya
kita yang ada di pulau Biak.
Apabila sepintas kita lewati sepanjang
jalan, mulai dari ujung timur sampai ke barat pulau Numfor, progress pembangunan
fisik sangat mencolok dan mungkin saja
demi mengejar keuntungan semata. Ukuran kepuasan pelayanan masyarakat,
indikatornya tidak pada bagusnya sebuah bangunan fisik, melainkan pelayanan
yang menyentuh nurani masyarakat kecil.
Akurasi data tentang berapa jumlah
dokter dan para medis di setiap puskesmas atau puskesmas pembantu belum
dimiliki. Namun kiranya kelahiran Chelsina Minarti Sanadi di atas KMP Kasuari
Pasifik-IV, menjadi pelajaran berharga bagi kita semua, apa arti kehadiran
Puskesmas, apa arti kehadiran Puskesmas Pembantu bagi peningkatan kesehatan
masyarakat pulau Numfor yang adalah bagian dari Kabupaten Biak Numfor.
Terima kasih pak Kapten, Terima
kasih pak KKM, Terima Kasih pak Mualim, Terima Kasih Ibu Bidan, Terima Kasih
seluruh ABK KMP Kasuari Pasifik-IV, “saya telah lahir dengan selamat di atas
Rumah Terapung sepanjang jalan kenangan
dari Numfor ke Manokwari”, “Tete Manis Sayang Katong Semua”, demikian Doa
Chelsina Minarti Sanadi, sang bayi mungil.
Biak, 07 November 2010,
Paulus Laratmase/ 0813 2063 4550
0 komentar:
Posting Komentar